Selasa, 21 Februari 2012


Penerapan High-Tech dalam Meningkatkan Kreativitas Berbahasa Indonesia Anak Usia Dini (Studi Kasus pada Taman Kanak-Kanak Dharmawanita UNP)

Yasnur Asri

Abstract: This research aims at describing the implementation of high-tech in increasing the creativity of using Bahasa Indonesia by pre-school students of TK Dharmawanita UNP. The data of this case study is the interaction between teachers and students. First, to train the mastery of the children vocabularies, interaction model used by the teachers are imitating, mentioning names, telling stories, reading poems and going picnic. Second, to train the students listening skill, interaction model used by the teachers are irritating, telling story, answering questions, doing command and chain whispering. Third, to train the children to be able to answer and give questions, the interaction model used by the teachers are answering and asking question as well as playing a role. Fourth, to train the children to be able to tell stories fluently, the interaction model used by teachers are imitating, mentioning names, assigning, telling stories, playing a role using teaching materials like real story, fiction, experience and so on using realia and real objects as the media. Fifth, to train the children to be able to give information to other people, the interaction model used by the teachers are imitating task by using information in sentences, discourse, and real and unreal information based on the children environtment. Sixth, to train the children to mention as many nouns having certain characteristics, the interaction model used by the teachers are showing the objects using teaching materials and their characteristics regarded important fi)r the children,
Key words: high-tech, creativity, bahasa Indonesia, kindergarten school


PENDAHULUAN
Proses pembelajaran adalah proses artifisial yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan belajar. Pada sisi lain, belajar dapat dimaknai sebagai suatu aktivitas yang diarahkan pada perubahan tingkah laku (behavioral change) pada diri individu yang belajar. Perubahan tingkah laku bukan hanya diterjemahkan sebagai perubahan psikomotor, tetapi juga kognitif dan afektif termasuk di dalamnya iman dan tagwa dalam rangka pemuliaan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya. Lebih dari itu, perubahan tingkah laku hendaknya terjadi karena usaha individu yang bersangkutan. Individu (dalam hat ini peserta didik), pendidik menempatkan diri dan berperan sebagai fasilitator, motivator, mediator, dan konselor. Dengan demikian, faktor penentu dalam pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri,
meskipun proses pembelajaran berlangsung dalam konteks sosial. Oleh sebab itu, inti proses pembelajaran adalah adanya interaksi antarindividu, antara peserta didik dengan peserta didik lainnya, antara peserta didik dengan pendidik, dan antara peserta didik serta pendidik dengan lingkungannya.
Pola interaksi pelaku proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh empat hal, yaitu: (1) pendekatan, (2) strategi, (3) metode, dan (4) teknik pembelajaran (Alschuller, 1994:8-10). Pendekatan adalah usaha untuk mendekati atau memahami sesuatu sehingga akhirnya melahirkan (serangkaian) aksioma. Dengan kata lain, pendekatan bersifat aksiomatis. Strategi adalah pemikiran alternatif serta implikasi atas alternatif itu untuk menindaklanjuti hasil pendekatan. Strategi bersifat implikatif. Metode berisi serangkaian langkah atau tindakan yang harus ditempuh untuk merancang tindakan sesuai dengan perumusan strategi yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, metode itu bersifat prosedural. Teknik pembelajaran adalah segala sesuatu tindakan pembelajaran yang dilaksanakan bersama-­sama antara peserta didik dan pendidik dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Penerapan teknik pembelajaran bersifat observable atau dapat dilihat, atau bersifat implementasional. Secara teoretis, ada tiga jenis strategi pembelajaran. Ketiga jenis strategi itu adalah (a) strategi penyajian atau penyampaian (presenting strategy), (b) strategi penyanggupan (enabling strategy), dan (c) strategi penemuan (discovery strategy). Pendayagunaan pendekatan, strategi, metode, dan teknik dalam proses pembelajaran pada dasarnya diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran melalui pengembangan interaksi. Pengembangan interaksi ini akan mengakibatkan adanya pengalaman belajar (learning arperience).
Zais (1976: 350, Tyler, 1950) menyebutkan bahwa pembelajaran sebagai pengembangan pengalaman pembelajaran (learning experience) pada diri peserta didik. Pakar tersebut  membedakan antara materi ajar (content), aktivitas pembelajaran (learning activity), dan pengalaman pembelajaran (learning experience). Materi ajar merupakan pendorong adanya aktivitas pembelajaran. Aktivitas pembelajaran, misalnya peserta didik melakukan aktivitas menyimak, membaca, atau merespons pertanyaan pendidik merupakan pendorong diperolehnya pengalaman belajar (learning experience) pada diri peserta didik sehingga pengetahuan, dan pengertiannya berkembang dan tujuan pembelajaran dapat dicapai. Hal itu dikemukakan Zais (1976: 350) yang mengutip pendapat Taba (1962), "Learning experiences, and nor the content as such, are the means for achieving all objectives besides those of knowledge and understanding.
Lebih lanjut, Zais (1976: 364) menyatakan bahwa pengalaman pembelajaran itu mencakup tiga jenis. Pengalaman-pengalaman tersebut adalah: (1) pengalaman sebagai suatu kemampuan, (2) pengalaman sebagai suatu kebudayaan, dan (3) pengalaman sebagai suatu minat. Peserta didik dapat dikategorikan memiliki pengalaman sebagai suatu kemampuan jika peserta didik itu dapat menampilkan suatu kemampuan tertentu. Dengan kata lain, peserta didik yang mampu mengunjukkan suatu kemampuan berarti memiliki pengalaman
sesuai dengan apa yang ditunjukkannya. Peserta didik dikatakan memiliki pengalaman sebagai kebudayaan jika peserta didik tersebut mampu memahami budaya, kebiasaan, diri sendiri maupun lingkungan sekitarnya. Peserta didik dapat keluar dari enkapsulasi atau keterperangkapan pada kepicikan. Peserta didik dikatakan memiliki pengalaman sebagai suatu minat jika peserta didik tersebut dapat mengembangkan, menekuni, dan menikmati suatu minat yang bersifat positif.
Pakar lain, Dewey (2001) menyatakan bahwa, tugas sekolah adalah memberi pengalaman belajar yang tepat bagi peserta didik. Selanjutnya, ditegaskan bahwa tugas pendidik adalah membantu peserta didik menjalin pengalaman belajar yang satu dengan yang lain, termasuk yang baru dengan yang lama. Pengalaman belajar baru melalui pengalaman belajar yang lama akan melekat pada struktur kognitif peserta didik dan akan menjadi pengetahuan baru bagi peserta didik tersebut. Pola hubungan antara peserta didik dengan pendidik dalam konteks itu dinamakan hubungan pendidikan. Dan jika hubungan pendidikan tersebut terjadi dalam hubungan sosial di antara dua orang (yaitu peserta didik dan pendidik) dalam upaya mencapai tujuan pendidikan melalui teraplikasikannya kewibawaan pendidik dan terselenggarakannya kegiatan kewiyataan, maka hal tersebut dinamakan situasi pendidikan. Kewibawaan merupakan "alat pendidikan" yang diaplikasikan oleh pendidik untuk menjangkau (to touch) kedirian peserta didik dalam hubungan pendidikan. Kewibawaan ini mengarah kepada kondisi high touch, dalam arti perlakuan pendidik menyentuh secara positif, konstruktif, dan komprehensif aspek kedirian/ kemanusiaan. Aspek ini meliputi pengakuan, kasih sayang dan kelembutan, keteladanan, penghrgaan, dan tindakan tegas yang mendidik. kewiyataan merupakan "alat pembelajaran" yang diselenggarakan pendidik untuk merealisasikan proses pencapaian tujuan pendidikan oleh peserta didik. Proses pencapaian tujuan ini mengarah kepada kondisi high technology. Termasuk dalam aspek ini adalah materi pembelajaran, metode pembelajaran, alat bantu pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran. Keterpaduan antara kewibawaan dan kewiyataan membentuk proses pembelajaran yang menjadi isi situasi pendidikan yang terjadi antara peserta didik dan pendidik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, dengan mengacu pada hakikat manusia ditopang dengan perangkat keilmuan pendukung yang meliputi filsafat, psikologi, sosiologi, ekonomi, politik, budaya, teknologi, manajemen, riset dan publikasi. sebagai sesuatu yang cukup bermakna dalam proses pembelajaran keterpaduan antara kewibawaan dan kewiyataan perlu dilihat secara langsung bagaimana kedua unsur tersebut diimplementasikan. Namun karena keterbatasan waktu, makalah ini hanya memfokuskan kajian aspek implikasi kewiyataan (high-tech) dalam meningkatkan kreativitas berbahasa Indonesia anak usia dini di TK Dharmawanita Universitas Negeri Padang.
Ada beberapa alasan mengapa fokus kajian ini pada aspek implikasi penerapan High-tech. Pertama, Taman Kanak-Kanak merupakan lembaga pendidikan bagi anak usia dini dan merupakan basis untuk mengasah, mengasih, dan mengasuh kreativitas berbahasa anak sejak usia dini. Kreativitas berbahasa Indonesia merupakan salah satu potensi yang perlu dikembangkan sejak usia dini, sehingga dengan berkembangnya potensi itu kelak mereka akan dapat mengembangkan potensi-­potensi lainnya. Kedua, pelaksanaan Higt-tech merupakan salah satu yang perlu diperhatikan pendidik pada interaksi edukatif, di samping materi pembelajaran dan media pembelajaran. Sebab analisis interaksi edukatif yang menekankan pada aktivitas guru dan murid sangat berperan dalam menciptakan kreativitas berbahasa Indonesia. Ketiga, interaksi edukatif atau situasi pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan memiliki peranan penting dalam mengembangkan potensi murid, sebab TK (Taman Kanak-Kanak) sebagai lembaga pendidikan bagi anak usia dini atau pra-sekolah berlangsung dalam ikatan tujuan kependidikan. Dalam kaitan dengan pengembangan kemampuan berbahasa sebagai salah satu program kegiatan belajar, TK memiliki tujuan agar anak mampu bekomunikasi secara lisan. Dengan demikian, yang dipentingkan dalam tujuan ini adalah kemampuan anak dalam berbicara dan mendengarkan. Untuk mencapai tujuan itu, hal-hal yang perlu dikembangkan sesuai dengan PP. No. 27 tahun 1990 adalah (1) memperkaya kosakata murid, (2) melatih pendengaran murid, (3) melatih murid agar dapat menjawab dan mengajukan pertanyaan, (4) melatih murid dapat berbicara, (5) melatih murid agar dapat memberikan informasi kepada orang lain, dan (6) melatih murid untuk dapat menyebutkan sebanyak-banyaknya suatu benda yang mempunyai sifat-sifat tertentu (Depdiknas, 1994).
Agar tujuan pembelajaran tersebut dapat dicapai secara optimal, pendidik sebagai motivator, fasilitator, mediator, dan kreator dalam pendidikan mempunyai peranan dan andil yang sangat besar, terutama dalam memilih model interaksi pembelajaran, menyeleksi materi ajar, dan memilih media pembelajaran yang efektif.

METODE
            Penelitian yang berupa studi kasus ini menggunakan desain penelitian kualitatif. Dikatakan desain penelitian kualitatif karena studi ini memiliki ciri-ciri (1) data penelitian berupa data deskriptif, (2) data penelitian bersifat alami, (3) lebih mengutamakan proses daripada hasil, (4) analisis data dilakukan secara induktif, dan (5) makna merupakan hal yang mendasar. Ciri-ciri yang ditampilkan di atas jelas sesuai dengan ciri-­ciri desain penelitian kualitatif sebagaimana yang dianjurkan Bogdan dan Biklen (1982).
            Berdasarkan rancangan tersebut, data penelitian yang diperoleh sebelum dideskripsikan secara kualitatif terlebih dahulu dihitung persentasenya. Hasil persentase ini dipakai sebagai dasar pengklasifikasian data. Data penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif memiliki latar yang bersifat alami karena data tersebut diperoleh dalam interaksi yang wajar, bukan manipulasi. Selain itu, studi kasus ini menitikberatkan pada proses interaksi guru-murid, bukan semata-mata pada hasil interaksi dan analisisnya dilakukan secara induktif, dimulai dari identifikasi setiap proses interaksi sampai pada penyimpulan pola model interaksi yang digunakan. Hal lain yang juga menjadi ciri penelitian ini adalah mementingkan makna daripada proses interaksi.
Oleh karena studi ini merupakan studi kasus, sumber data penelitian ini hanya dilakukan pada setting yang terbatas, yakni di TK Dharmawanita Universitas Negeri Padang. Data yang diperoleh dianalisis melalui prosedur: (1) pengecekan keabsahan data, (2) pengidentifkasian dan pengklasifikasian data, (3) analisis data dengan tahapan: menghitung frekuensi dan persentase, memasukkan hasil penghitungan frekuensi dan persentase ke dalam tabel, dan menentukan hasil dan pembahasannya. Hasil penelitian ditentukan dengan cara mendeskripsikan model interaksi, bahan pembelajaran, media pembelajaran yang digunakan berdasarkan hasil pentabelan data.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Seperti dijelaskan bahwa penerapan high­tech dalam meningkatkan kreativitas berbahasa Indonesia anak usia dini hanya dilihat pada tiga aspek, yakni dari aspek interaksi guru-murid, wujud da jenis bahan pembelajaran, dan dari segi variasi media atau alat bantu pembelajaran. Hasil dari penerapan high-tech itu adalah sebagai berikut.
Penerapan High-Tech Ditinjau dari Aspek Model Interaksi Edukatif
Ditinjau dari aspek model interaksi edukatif yang digunakan guru untuk memacu kreativitas berbahasa Indonesia anak usia dini di TK Dharmawanita Universitas Ncgeri Padang adalah sebagai berikut.
Pertama, model interaksi yang paling banyak digunakan guru untuk melatih dan memperkaya perbendaharaan kosakata adalah dengan cara guru bersama murid bernyanyi, kemudian guru menjelaskan isi nyanyian dan kata-kata yang digunakan dalam nyanyian tersebut (75%). Berikutnya, model interaksi yang digunakan adalah murid menirukan guru menyebutkan nama objek yang diragakan (67%); murid menyebutkan nama objek yang ditunjuk guru (64%); murid menirukan syair yang digunakan guru dengan kata-kata yang tepat ucapannya (60,4%); murid bercerita dengan kata-kata yang diingat dan diperdengarkan dari cerita guru (54,2%); murid diajak berwisata di lingkungan pekarangan sekolah dan sekitar kampus UNP untuk mengenali nama objek tertentu dengan cara menyebutkan nama atau menirukan nama objek yang ditunjuk guru (52,6°%); murid disuruh menceritakan pengalaman dan kegemaran mereka di depan kelas dengan bahasa sendiri (49,4%); murid disuruh menyusun kartu abjad menjadi kata seperti yang disebutkan guru (40%); murid disuruh bermain peran dengan kata-kata sederhana setelah mereka diberi contoh (36,8%); murid disuruh menunjukkan kartu kata sesuai dengan nama objek yang disebutkan guru (32%); murid diajak bermain kuis dengan cara menyuruh murid memberi contoh kata-kata atau nama-nama objek dalam kelompok tertentu (29,4%); dan model interaksi yang paling jarang digunakan guru dalam memacu kreativitas berbahasa Indonesia anak adalah murid disuruh menyusun kartu suku kata menjadi kata yang disebutkan guru (21,4%).
Kedua, model interaksi yang paling banyak digunakan guru TK Dharmawanita UNP dalarn melatih keterampilan menyimak (mendengarkan) murid adalah murid disuruh menjawab isi cerita yang diperdengarkan dari guru melalui tape recorder (78,6%); permainan bisik berantai dengan kata atau kalimat sederhana kepada murid tertentu dan kemudian murid tersebut disuruh membisikkannya kepada murid lainnya secara berantai (70,6%). Selain itu, model interaksi yang digunakan adalah murid disuruh mengingat dan menceritakan kembali cerita yang didengarnya dari guru (63,3%); guru menyuruh murid melakukan tindakan tertentu (61%); murid menirukan kata-kata atau kalimat yang didengarkannya dari guru atau murid lain yang dijadikan model (57,1%); murid disuruh menirukan bunyi-bunyi tertentu dan disuruh menebak jenis suara apa yang didengarnya (28,3%); dan model interaksi yang paling rendah frekuensi penggunaannya adalah guru menceritakan sesuatu kepada salah seorang murid dan murid tersebut disuruh tnenceritakannya kepada murid lainnya (cerita berangkai) (14%); dan guru menceritakan isi gambar dan murid mengamati isi gambar, kemudian menceritakan isi gambar tersebut seperti yang telah didengarnya dari guru (12%); serta murid disuruh menirukan urutan kata yang sesuai dengan apa yang didengarnya dari guru (10%).
Ketiga, model interaksi yang paling tinggi frekuensinya digunakan guru TK Dharmawanita UNP dalarn melatih murid untuk dapat menjawab dan mengajukan pertanyaan (melatih murid untuk terampil berbicara) adalah guru memberi kesempatan kepada murid untukmenjawab pertanyaan isi cerita dari guru (79%). Selain itu, model interaksi yang digunakan adalah guru menyuruh murid menjawab pertanyaaan yang berhubungan dengan identitas, pengalaman, kegemaran dan hal-hal yang berhubungan dengan diri murid (70,2%); murid diberi kesempatan mengajukan pertanyaan tentang sesuatu dan guru menjawabnya (50,9%); guru mengajukan pertanyaan tentang nama alat peraga yang ditunjuk (tiruan/asli) dan murid disuruh menjawabnya (32%); guru menyuruh murid mewarnai gambar, kemudian guru menanyakan jenis warna setiap gambar dan murid menjawabnya (28%); dan interaksi yang paling kecil frekuensi pengunaannya adalah guru menyuruh murid mendramatisasikan cerita yang banyak berisi tanya jawab (24%%).
Keempat, model interaksi yang paling sering digunakan guru TK Dharmawanita UNP dalam rangka melatih murid memberikan informasi kepada orang lain adalah murid menirukan contoh dari guru tentang cara memberikan informasi kepada orang lain (60,8%). Selain itu, model interaksi yang digunakan adalah murid disuruh mengamati objek tertentu, kemudian murid disuruh menginformasikan kepada teman-temannva di depan kelas (60,4%); murid ditugasi untuk mencari informasi temannya yang sakit, tidak suka masuk sekolah, dan sebagainya, kemudian disuruh menyampaikan informasi kepada teman lain di depan kelas (57%): murid disuruh memberikan informasi kepada teman lain tentang pengalamannya, kesukaannya, dan sebagainya secara bergilir (41,8%); dan model interaksi yang paling kecil interaksinya adalah guru menugasi murid menyampaikan pesan kepada orang tua secara lisan dan hasilnya akan dicek guru di depan kelas (19,5%).
Kelima, model interaksi yang banyak digunakan oleh guru TK untuk melatih murid agar dapat menyebutkan benda sebanyak-banyaknya beserta sifatnya (80,4%). Selain itu, model interaksi yang digunakan adalah guru membangkitkan ingatan murid untuk menyebutkan benda tertentu berdasarkan klasifikasinya dan menyebutkan sifatnya (71,2%); murid menyebutkan nama benda yang ditunjuk guru beserta sifatnya (63,4%): murid menunjukkan benda tertentu dalam kotak berdasarkan sifat-sifat tertentu yang telah ditunjukkan guru (60,4%), dan model interaksi yang paling kecil persentasenya adalah guru menugasi murid untuk membawa benda tertentu dan menyebutkan nama beserta sifatnya (47,2%).
Penerapan High-Tech Ditinjau dari segi Wujud dan Jenis Bahan Pembelajaran
Untuk menciptakan kreativitas berbahasa Indonesia yang digunakan di TK Dharmawanita Universitas Negeri Padang juga terklasifikasi atas enam kategori sesui dengan tujuan pembelajaran dalam kurikulum TK. Wujud dan jenis bahan tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama, untuk melatih murid menguasai perbendaharaan kata bahasa Indonesia, bahan pembelajaran yang digunakan adalah (1) nama­
nama objek di lingkungan murid yang sesuai dengan kurikulum TK, (2) nama-nama objek di lingkungan murid yang dianggap penting bagi murid walaupun tidak dianjurkan atau tidak sesuai dengan kurikulum TK, (3) lagu, (4) cerita, dan (5) syair. Dari beberapa bahan tersebut, yang persentase pemakaiannya yang paling besar adalah nama-nama objek di lingkungan murid yang sesuai dengan kurikulum ditambah dengan nama-nama objek yang dianggap penting walaupun tidak sesuai dengan kurikulum TK sedangkan persentase yang  kecil adalah cerita.
Kedua, untuk melatih pendengaran murid, bahan pembelajaran yang digunakan adalah (1) kata-kata di lingkungan murid, (2) kalimat, (3)
cerita, (4) syair, (5) lagu, dan (6) percakapan. Bahan pembelajaran yang persentase pemakaiannya paling besar adalah syair dan paling kecil persentase pemakaiannya adalah percakapan.
Ketiga, untuk melatih murid agar dapat menjawab dan mengajukan pertanyaan, bahan pembelajaran yang digunakan guru adalah (1) cerita disertai beberapa pertanyaan, (2) kata-kata sebagai objek pertanyaan, dan (3) berbagai jenis kalimat tanya. Cerita yang disertai dengan pertanyaan merupakan bahan ajar yang persentase pemakaian tinggi, namun banyak guru-guru yang kurang memperhatikan jenis pertanyaan yang digunakan.
Keempat, untuk melatih murid agar dapat bercerita secara lancar dan kreatif, bahan pembejaran yang digunakan adalah (1) cerita nyata, (2) cerita fiksi, dan (3) pengalaman, kesenangan, cita-cita, dan sebagainya. Cerita nyata, pengalaman, kesenangan, dan cita-cita murid merupakan bahan pembelajaran yang persentase pemakaiannya lebih tinggi dari pada cerita fiksi.
Kelima, untuk melatih murid agar dapat memberikan informasi kepada orang lain, bahan pembelajaran yan dimanfaatkan guru adalah (1) informasi dalam dalam bentuk kalimat, (2) informasi dalam bentuk wacana utuh, (3) informasi nyata, dan (4) informasi tidak nyata. Informasi dalam kalimat yang bersifat nyata persentase pemakaian paling besar daripada dalam bentuk wacana yang bersifat tidak nyata.
Keenam, untuk melatih murid agar dapat menyebutkan sebanyak-banyaknya benda yang mempunyai sifat-sifat tertentu, bahan pembelajaran yang dimanfaatkan adalah (1) nama-nama benda beserta sifat-sifatnya yang sesuai dengan kurikulum TK, (2) nama-nama benda beserta sifat-sifatnya sesui dengan kurikulum TK ditambah nama-nama benda yang dianggap penting bagi siswa walaupun tidak ada dalam kurikulum. Jenis bahan pembelajaran yang kedua persentase pemakaiannya lebih besar daripada jenis pertama.

Penerapan High-Tech Ditinjau dari segi Variasi Alat Bantu Pembelajaran

Untuk menciptakan kreativitas berbahasa Indonesia di TK Dharmawanita Universitas Negeri Padang, ada enam variasi berikut ini.
Pertama, alat bantu yang digunakan untuk melatih murid agar dapat menguasai perbendaharaan kata bahasa Indonesia cukup bervariasi, seperti (1) objek tiruan: gambar, boneka, dan sebagainya, (2) objek nyata, (3) buku cerita dan majalah, (4) kartu abjad, (5) kartu suku kata, (6) kartu kata, (7) lagu, dan (8) syair. Dari beberapa alat bantu tersebut di atas, yang paling banyak persentase pemakaiannya adalah alat bantu tiruan seperti gambar, boneka, dan sebagainya; dan yang paling kecil persentase pemakaiannya adalah kartu suku kata.
Kedua, untuk melatih pendengaran murid, alat bantu pembelajaran yang digunakan adalah (1) tape recorder, (2) objek tiruan: gambar, boneka, dan sebagainya, (3) buku catatan tentang lagu, syair, dan cerita, (4) malajalah yang berisi lagu, syair dan cerita, serta (5) radio dan TV. Dari beberapa alat bantu tersebut di atas, yang paling besar persentase pemakaiannya adalall tape recorder dan yang paling kecil persentase pemakaiannya adalah TV dan radio.
Ketiga, untuk melatih murid agar dapat menjawab dan mengajukan pertanyaan, alat bantu pembelajaran yang digunakan adalah (1) objek tiruan: boneka, gambar berseri, gambar dinding, (2) objek nyata di lingkungan siswa, dan (3) buku dan majalah yang berisi objek tertentu, cerita, lagu, dan syair. Dari beberapa alat bantu itu yang paling besar persentase pemakaiannya adalah objek nyata dan yang paling kecil persentase pemakaiannya adalah buku dan majalah.
Keempat, untuk melatih murid agar dapat bercerita secara lancar dan kreatif, alat bantu pembelajaran yang digunakan adalah (1) objek nyata, (2) objek tiruan: gambar, boneka, dan sebagainya, dan (3) buku cerita, majalah, dan catatan. Objek tiruan persentase pemakaiannya lebih besar dibandingkan dengan objek nyata serta buku, majalah, dan catatan.
Kelima, untuk melatih murid agar dapat memberikan informasi kepada orang lain, alat bantu pembelajaran yang digunakan adalah (1) objek nyata di lingkungan siswa, (2) objek tiruan: gambar, boneka, dan sebagainya, dan (3) surat, buku tugas, dan buku penghubung. Dari beberapa alat bantu tersebut persentase pemakaian yang paling besar adalah objek nyata dan persentase pemakaian yang paling kecil adalah surat, buku tugas, dan buku penghubung.
Keenam, untuk melatih murid agar dapat menyebutkan sebanyak-banyaknya benda yang mempunyai sifat-sifat tetentu, alat bantu pembelajaran yang digunakan adalah (1) benda-­benda nyata di lingkungan murid, (2) benda-benda nyata pemakaiannya lebih besar dibandingkan dengan pemakaian benda-­benda tiruan seperti gambar. Benda-benda nyata pemakaiannya lebih besar daripada benda-benda tiruan.

PENUTUP

Simpulan
Berdasarkan temuan di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan high-tech oleh guru Taman Kanak-Kanak Dharmawanita Universitas Negeri Padang dalam meningkatkan kreativitas bebahasa Indonesia anak usia dini adalah sebagai berikut. Pertama, untuk melatih penguasaan perbendaharaan kata, model interaksi yang digunakan guru adalah menirukan, menyebutkan nama, bercerita, bersyair, dan berwisata. Bahan pelajaran untuk mencapai tujuan tersebut adalah nama-nama objek di lingkungan murid, lagu cerita dan syair sesuai dengan kurikulum TK. Media yang digunakan adalah objek tiruan berupa gambar, boneka, kartu abjad, kartu suku kata, kartu kata, lagu, syair, buku, dan majalah anak. Kedua, untuk melatih pendengaran (keterampilan menyimak) anak, model interaksi yang digunakan guru adalah menirukan, bercerita, menjawab pertanyaan, perintah tindakan, bisik berantai. Materi yang digunakan untuk mewujudkan tujuan itu adalah kata-kata di lingkungan anak (ruangan kelas) kalimat, cerita, percakapan, dan lagu. Medianya adalah tape recorder dan suara guru. Ketiga, untuk melatih anak agar dapat menjawab dan mengajukan pertanyaan, model interaksi yang digunakan guru adalah menjawab dan mengajukan pertanyaan serta dramatisasi. Materi pembelajaran yang digunakan untuk mewujudkan tujuan tersebut adalah cerita yang disertai beberapa pertanyaan, kata sebagai objek pertanyaan dan berbagai kalimat tanya. Selanjutnya medianya adalah tiruan seperti boneka, gambar berseri, gambar dinding dan pembelajaran objek nyata lingkungan alam sekitar. Keempat, untuk melatih anak agar bercerita dengan lancar dan kreatif, model interaksi yang digunakan guru adalah menirukan, menyebut nama, penugasan, bercerita, dan dramatisasi dengan materi ajar berupa cerita nyata, cerita fiksi, pengalaman, kesenangan cita-cita, dan sebagainya dengan alat bantu objek nyata dan objek tiruan. Kelima, untuk melatih anak agar dapat memberikan informasi pada orang lain, model interaksi yang digunakan guru adalah menirukan penugasan dengan memanfaatkan materi ajar berupa informasi dalam bentuk kalimat, wacana, informasi dalam bentuk nyata dan tidak nyata dengan di lingkungan anak. Keenam, untuk melatih anak menyebutkan sebanyak-banyaknya suatu benda yang mempunyai sifat-sifat tertentu, model interaksi yang digunakan guru adalah menunjukkan objek dengan materi ajar berupa nama-nama benda beserta sifatnya yang dianggap penting bagi murid. Media yang digunakan adalah benda-benda nyata di lingkungan murid dan benda­benda tiruan berupa gambar.
Saran
Kesimpulan di atas membuktikan bahwa penerapan high-tech dalam meningkatkan kreativitas berbahasa Indonesia anak usia dini di TK Dharmawanita UNP sudah diwujudkan meskipun masih diperlukan lagi usaha-usaha perbaikan-perbaikan untuk mengoptimalkannya. Untuk itu dalam hal ini perlu direkomendasikan hal-hal berikut seperti bagi guru TK disarankan untuk mempertimbangkan dan memilih model interaksi edukatif, materi ajar, dan media pembelajaran yang dapat mengoptimalkan potensi kreatif anak. Selanjutnya bagi lembaga-lembaga pengelola pendidikan anak usia dini perlu diberdayakan kewiyataan pendidikan (high-tech) untuk meningkatkan kreativitas berbahasa Indonesia anak usia dini, sehingga mereka punya bekal yang cukup untuk kelanjutan pendidikan mereka.

DAFTAR RUJUKAN

Anderson, Lorin W. 1989. The Effective Teacher.' Study Guide and Readings. New York: McGraw-Hill Book Company.
Bogdan, R.C. dan S.K., Biklen. 1982. Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods. London: Allyn and Bacon, Inc.
Burns, R.B. 1978. Konsep Diri: Teori, Pengukuran, Perkembangan, dan Perilaku. (Terjemahaman). Jakarta: Gunung Agung.
Dahler, Franz dan Julius Chandra.      1976. Asal dan Tujuan Manusia. Yogyakarta: Kanisius.
Depdiknas. 1994. Program Kegiatan Belajar TK. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Gede Prama. 2002. Percaya Cinta Percaya Keajaiban: Serangkaian Renungan Penuh lnspirasi Bersama. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Fuad Hassan. 1973. Berkenalan dengan Eksistensialisme. Jakarta: Pustaka Jaya.
Huijbers, Th. 1978. "Sesama Manusia" (dalam Sekitar Manusia). Jakarta: Gramedia.
Kutnick, Patrick & Jules Valerina. 1993. Effective Teaching in School. Oxford: Basil Blackwell.
Marsudi Fitro Wibowo. 2006. "Kasih Sayang dalam Islam". www.pikiran-rakyat.com/Akses 20 September 2006
McInerney, Denis M. & Valentina McInerney. 1998. Educational Psychology: Constructing Learning. (Second Edition). Sydney: Prentice Hall Australia Pty. Ltd.
McInerney, Denis M. & Valentina McInerney. 1998. Educational Psychology: Constructing Learning. (Second Edition). Sydney: Prentice Hall Australia Pty. Ltd.
Muhardi. 1986. "Homo Humanus". Padang: Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS IKIP Padang.

Artikel ini telah diterbitkan pada Jurnal Bahasa dan Seni Vol 9 No.1 Tahun 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar