1. Teori
dan Pendekatan Struktural
Pendekatan adalah serangkaian asumsi yang bersifat
aksiomatis tentang sifat dan hakikat suatu objek (Djunaidi, 1987:28). Sedangkan
Henry Guntur Tarigan (1991: 3) mengatakan bahwa pendekatan adalah seperangkat
asumsi korelatif yang menangani hakikat dan pembelajaran sastra. Bertolak dari
kedua pengertian itu dalam sejarah perkembangan pemaham-an karya sastra terdapat sejumlah pendekatan yang dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan mengapresiasi sastra. Keanekaragaman pendekatan
yang digunakan tersebut ditentukan oleh: (1) tujuan dan apa yang akan
diapresiasi lewat karya sastra tersebut, (2) keleng-kapan apresiasi itu
terproses lewat kegiatan yang bagaimana, dan (3) lkitasan teori yang digunakan
dalam kegiatan apresiasi itu. Pendekatan apresiasi yang dimaksudkan di sini
bertolak dari lkitasan teori yang digunakan dalam kegiatan apresiasi.
Berdasarkan lkitasan teori yang digunakan dalam apresiasi, ada dua asumsi dasar
yang berbeda mengenai karya sastra sebagai objek pemahaman atau apresiasi.
Kedua pan-dangan yang berbeda itu menurut Abrams (1878:6-29) adalah: (1)
pemahaman yang didasarkan pada asumsi bahwa karya sastra merupakan objek yang
otonom, yakni objek yang dapat memenuhi dan mengatur diri sendiri, dan (2)
pemahaman yang didasarkan pada asumsi bahwa karya sastra itu merupakan objek
yang terikat pada penga-rang, realitas, dan pembeca.
Pkitangan pertama, menganggap bahwa untuk memahami
makna sebuah karya sastra tidak diperlukan bantuan ilmu-ilmu lain karena ia
dapat mengatur diri sendiri. Pkitangan ini telah melahirkan pendekatan objektif
dalam studi sastra yang dikenal dengan sebutan pendekatan struktural. Sedangkan
pkitangan kedua yang menganggap bahwa karya sastra merupakan objek yang terikat
pada pengarang, realitas, dan pembaca telah melahirkan pendekatan ekspresif,
mimesis, dan pragmatis.
Pendekatan sturuktural dalam memahami karya sastra
bertumpu pada pkitangan pertama di atas. Orientasi yang kuat terhadap karya
sastra sebagai objek yang otonom merupakan ciri utama pendekatan ini. Para
pakar sastra yang menganut paham ini me-mkitang sastra sebagai satu kelas
dengan bahasa yang khusus dan mendasarkan diri pada asumsi bahwa terdapat
oposisi yang fondamental antara bahasa sastra dan bahasa sehari-hari (Abrams
dalam Faruk HT., 1988:58). Kekahasan bahasa sastra itu tampak pada
kecenderungan untuk memperhatikan pembaca pada unsur formal dan hubungan antara
tkita-tkita keba-hasaan itu sendiri. Hal ini dilakukan dengan cara yang disebut
Mukarovsky dalam Faruk (1988{59) sebagai foregrounding,
yaitu cara membuat sesuatu menjadi lebih menonjol dan dominan dibandingkan
dengan yang lain dalam persepsi pembaca. Dalam wujud konkret foregrounding itu pada Fokkema and Kunne-Ibsch
dalam Faruk (1988:59) terlihat pada teknik de-familiarisasi dan teknik membuat
segala sesuatu yang di dalam bahasa sehari-hari telah menjadi otomatis.
Teori kaum formalis memperlihatkan kesepi-hakan
dalam dua hal penting, yaitu: (1) dengan mem-batasi pengamatan pada unsur-unsur
formal belaka, kelompok itu telah kehilangan unsur petkita. Dalam tahap perkembangan waktu itu yang mereka garap baru
penkita, (2) dengan memusatkan perhatian pada satu peralatan saja, kaum
formalis melupakan prinsip keutuhan karya sastra, prinsip hubungan antarunsur
yang membangun karya sastra.
Di kalangan formalis usaha mempelajari aspek petkita
dan hubungan antarunsur pembangun karya sastra, baru muncul setelah adanya
tulisan Tynjanov (1924) dan Erik (1927). Sampai di sini kaum formalis telah
menyebut atau memunculkan istilah struktural (Fokkema dan Kunne-Ibsch dalam
Faruk, 1988:60).
Mengapresiasi karya sastra berdasarkan pen-dekatan
struktural pada dasarnya berakar dari struktur dalam studi bahasa yang
dikembangkan Seussure. Konsep Seussure yang berpengaruh adalah konsep tkita dan
diakronis. Berdasarkan pengaruh konsep itu, struktural dalam studi sastra atau
dalam mengapresiasi karya sastra memkitang karya sastra sebagai objek otonom,
yaitu objek yang dapat mengatur diri sendiri tanpa tergantung dengan faktor
lain seperti pengarang, pembaca, dan faktor realitas sosial.
a) Hakikat
Teori Struktural
Meskipun penganut paham struktural ini ber-macam-macam,
namun di antara mereka terdapat kesatupahaman dalam memahami karya sastra,
yaitu pada struktur. Apakah itu struktural? Pengertian tentang struktural telah
banyak dikemukakan pakar. Shipley misalnya, merumuskan bahwa:
“Structure: the sum total of elements
that make up a work. A structure may have such diverging elements that is does
satisfy any logical or critical estimate: in which case we call it ‘formless’.”
(Shipley, 1960:396)
Sedangkan Re
Wellek dan Austin Warren memberi-kan
batasan struktural sebagai:
“Structure
is concept including both content and form so far are organized for aesthetic
purpose. The work of art is, then, considered a whole system of signs, or
structure of signs; serving a specific aesthetic purpose.”
(Wellek & Warren, 1962:141)
Kemudian
Michael Lane (1870:24) mendefi-nisikan
struktur sebagai berikut “A structure is
a set of any element between which, or between certain sub-sets of which,
relations are difined.” Sejalan dengan pengertian ini, Robert Scholes
(1977:4) membatasi bahwa struktur merupakan suatu cara untuk mencari kenyataan,
bukan benda-benda secara sendiri-sendiri, melainkan dalam hubungan
antarbenda-benda itu. Dengan kata lain bahwa struktur merupakan suatu cara memkitang
kenyataan bukan dalam benda-benda secara individual, tetapi dalam relasinya
satu dengan yang lain.
Secara lebih tegas Teeuw (1981:5)
mengatakan bahwa asumsi dasar struktur adalah sebuah karya sastra merupakan
keseluruhan, kesatuan makna yang bulat, mempunyai kohesi intrinsik, dalam
keseluruhan itu setiap bagian dan unsur memainkan peranan yang hakiki,
sebaliknya unsur dan bagian mendapat makna seluruhnya dari makna keseluruhan
teks (lingkaran hermeneutik).
Dari
batasan-batasan yang diberikan di atas dapat dirumuskan bahwa dasar gagasan
pendekatan struktural adalah konsep tentang struktur. Seperti dijelaskan Jean
Piaget dalam Hawkes (1977:141) bahwa struktur itu mempunyai ciri-ciri sebagai
beri-kut: (a) gagasan menyeluruh, koherensi intrinsik, (b) gagasan transformasi
yang memungkinkan pemben-tukan pengertian baru, dan (c) gagasan regulasi diri
yang berarti bahwa struktur itu bersifat otonom. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa struktur merupakan suatu organisasi menyeluruh (organized whole) yang bagian-bagiannya
saling berhubungan secara fungsional, artinya bagian itu saling mempe-ngaruhi,
saling menentukan makna, dan hanya ber-makna di dalam kesatuan. Setiap struktur diarahkan kepada
sutau tujuan yang sudah ditentukan hubungan antara struktur yang satu dengan
struktur yang lain bersifat ‘singanze’
artinya bahwa setiap struktur itu menjadi bagian struktur yang lebih besar dan
lebih tinggi; dalam hubungan ini ada kecenderungan penanjakan (escalating).
Menurut Terrence Hawkwes (1977) prinsi
strukturalisme yang utama adalah menelaah sesuatu berdasarkan struktur.
Karakteristik struktur menurut Piaget sebagaimana yang dikutip Hawkess ada
tiga, yakni (a) gagasan menyeluruh yang menjalin koherensi intrinsik; (b)
gagasan transformasi yang memungkinkan pembentukan penafsiran baru, dan (c)
gagasan regulasi diri bahwa struktur bersifat otonom.
Dalam
hubungannya dengan karya sastra, menurut Umar Junus (1985:17) ada tiga
karakteristik struktur, yaitu: (a) dalam struktur ada saling hubungan
unsur-unsur sebuah karya sastra merupakan suatu sistem interelasi antara
unsur-unsur pembentuknya, (b) dalam struktur ada suatu yang abstrak yang
menyatukan hal-hal yang berbeda untuk memperoleh hukum universal, dan (c)
struktur tidak mengenal sejarah.
Kemudian
Roland Barthes dalam Sapardi Djoko Damono (1977:40) menyebutkan empat ciri khas
struktur, yaitu: (a) perhatian tertuju kepada kese-luruhan (totalitas), (b)
struktur tidak hanya menelaah struktur permukaan, tetapi juga struktur batin,
(c) struktur bersifat anti sejarah (menyangkut sesuatu yang sinkronis dan bukan
diakronis) dan (d) struktur bersifat anti kausal.
b)
Prinsip Dasar Pendekatan Struktural
Prinsip dasar dari pendekatan struktural,
menurut Teeuw (1984:135-136) adalah (a)
pendekat-an struktural bertujuan membongkar dan memaparkan secermat mungkin
keterkaitan unsur-unsur karya sastra yang membentuk makna menyeluruh (univer-sal),
(b) pendekatan struktural tidak menjumlahkan unsur-unsur, (c) pendekatan
struktural berusaha me-nyematikkan termasuk menyemantikkan gejala bunyi dalam
karya puisi, dan (d) pendekatan struktural menganggap bahwa keseluruhan makna
karya sastra berada dalam keterpaduan struktur total.
Rene Wellek dan Warren menyatakan bahwa pendekatan
struktural dalam menganalisis karya sastra harus mementingkan segi intrinsik
dan anti ekstrinsik (Wellek dan Warren, 1974:24). Artinya di dalam pendekatan
struktural, karya sastra dipkitang otonom yang maknanya tidak ditentukan oleh
hal yang berada di luar karya sastra. Aristoteles dalam Teeuw (1984:66)
menyebutkan empat sifat struktur, yakni: (a) order (urutan teratur), (b) amlplitude
(keluasan yang memadai), (c) complexity (masalah yang kompleks), dan
(d) unity (kesatuan yang bulat). Cara
meng-aktualisasikan prinsip tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
(a) dengan cara berpola, dan (b) dengan cara tidak berpola. Pendekatan
struktural ber-pola si Apresiator (pembaca) terlebih dahulu menen-tukan unsur
apa yang akan diapresiasi atau dipahami. Sedangkan dengan cara tidak berpola,
apresiator (pembaca) tidak menentukan terlebih dahulu unsur apa yang akan
diapresiasinya, tetapi dimulai dari unsur yang diinginkan.
Kelemahan metode strukturalisme adalah keyakinannya
yang terlalu berlebihan terhadap otonomi karya sastra. Akibatnya, terabaikanlah
dua hal pokok yang penting dipertimbangkan dalam rangka mencari dan menemukan
makna karya sastra, yakni kerangka sejarah dan kerangka sosial budaya yang
mengitari karya sastra tersebut. Secara lebih rinci kelemahan itu adalah: (a)
strukturalisme murni belum mengungkapkan teori sastra yang tepat dan lengkap,
(b) menelaah karya sastra secara terpisah, padahal karya sastra harus diteliti
dan dipahami dalam rangka sistem sastra dengan latar belakang sejarah, (c)
terlalu meyakini bahwa karya sastra mempunyai struktur yang objektif, dan (d)
telaah strukturalisme yang hanya menekankan otonomi karya sastra akan
menghilangkan fungsi referensialnya, sehingga karya sastra dimenaragadingkan
dan kehilangan relevansi sosialnya.
Sedangkan keuntungan metode strukturalis-me yang
memegang teguh kelengkapan, keterjalinan struktur dan otonomi karya sastra,
serta metode telaah sastra yang disukai ini adalah sebagai berikut: (a)
penelaah atau apresiator tidak perlu memiliki latar belakang budaya, sejarah,
psikologi, sosiologi, filsafat dan sebagainya yang cukup luas untuk membaca
karya sastra, (b) pembaca dapat menggali struktur karya sastra sedalam-dalamnya
sampai pada keterjalinannya yang paling rumit sekalipun, dan (c) pembeca dapat
menelaah karya sastra secara objektif karena hanya menelaah struktur karya
sastra.
c) Karakteristik
Telaah Karya sastra
Berdasarkan Pendekatan Struktural
Berdasarkan hakikat dan prinsip dasar pende-katan
struktural sebagaimana yang diuraikan terda-hulu, dapat dirumuskan bahwa
karakteristik pende-katan struktural dalam menelaah atau mengapresiasi karya
sastra adalah sebagai berikut.
(1) Asumsi pendekatan struktural adalah bahwa karya
sastra baik prosa fiksi maupun puisi atau karya drama dipkitang bersifat otonom
(2) Bentuk telaah sederhana karena yang ditelaah hanya
struktur intrinsik semata;
(3) Unsur yang ditelaah hanya terbatas pada unsur
intrinsik serta keterkaitan antara satu unsur dengan unsur lainnya;
(4) Proses telaah dari struktur bagian ke struktur
keseluruhan;
(5) Teknik telaah analitik, yaitu memberi makna tiap
bagian struktur intrinsik kemudian baru kepada makna totalitas;
(6) Dasar pertimbangan dalam penentuan makna semata-mata
dari unsur intrinsik;
(7) Pangkal tolak telaah linear, dari bagian ke konsep
totalitas secara otonom; dan
(8) Esensi sastra terlepas dari konteks kesemes-taan.
d.
Pola Pembelajaran Apresiasi Sastra
Berdasarkan Pendekatan Struktural
Pola
pembelajaran apresiasi sastra, baik apre-siasi puisi maupun prosa fiksi
berdasarkan pendekatan struktural menenkankan pada pola penggunaan ana-lisis.
Pembelajaran dimulai dari proses pengenalan unsur karya sastra yang akan
dianalisis, kemudian baru melakukan kegiatan analisis. Pada tahap analisis ini
kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah meng-identifikasi unsur karya sastra yang
dianalisis, meng-klasifikasikannya, dan setelah itu baru menyimpul-kannya.
Untuk lebioh jelasnya tahap-tahap pelak-sanaan pembelajaran apresiasi sastra
berda-sarkan pendekatan struktural berpola tersebut dapat digam-barkan sebagai
berikut.
Pengenalan informasi tentang struktur intrinsik
karya sastra
|
Pemahaman/ menganalisis informasi struktur untuk
pembentukan konsep
|
Rangkuman dan penyimpulan hasil analisis untuk
memperoleh gambaran makna
|
Dari gambar di atas, terlihat pola pembelajar-an
yang dilaklukan pendidik yang menganut paham struktural. Pada tahap pertama,
pendidik memper-kenalkan terlebih dahulu kepada peserta didiknya tentang
unsur-unsur karya sastra yang akan diapresia-sinya. Hal ini dapat dilakukan
dengan metode cera-mah, diskusi kelompok, tanya jawab dan lain-lain. Setelah
berlangsung proses diskusi dan tanya jawab barulah pendidik masuk pada tahap
kedua. Pada tahap kedua ini pendidik memberikan sebuah karya sastra yang akan
diapresiasi peserta didik, sesuai dengan unsur intrinsik yang diperkenalkan
pada tahap satu. Terakhir (pada tahap ketiga) pendidik bersama-sama peserta
didik menyimpulkan hasil analisisnya untuk memperoleh gambaran umum makna tentang karya sastra yang
dianalisis tersebut.
Dengan berpedoman pada pola pembelajaran yang demikian,
di satu pihak pembelajaran yang se-perti itu menguntungkan karena peserta didik
dapat berpikir secara kritis, analitis, dan berpola, tetapi di pihak lain
bentuk pembelajaran yang demikian tidak mengakrabkan peserta didik dengan karya
sastra. Hal ini disebabkan karena: (a) pembelajaran terlalu ana-lisis, (b)
pembelajaran yang demikian mengabaikan
aspek individu peserta didik sebagai manusia pemberi makna karya sastra,
(c) pembelajaran dimulai dengan pengetahuan hafalan, dan (d) dalam melakukan
kegiat-an analisis tidak melibatkan variabel-variabel ekstrin-sik karya sastra.
じっさいに、あなた の エッセイ は とても よいです。
BalasHapusでも、あなた の 言語 は とても むずかしいです。
maaf sebelumnya bapak...
bahasa yang digunakan bapak mungkin ada pada level tinggi yang saya tidak pahami... (apalagi sebagai mahasiswa baru)
seandainya bahasa bapak lebih dipermudah, tulisan bapak ini akan sangat membantu kami (mahasiswa baru) untuk lebih memahami filsafat dan kawan-kawannya...
terimakasih....
King of Casino Review - $150 Welcome Bonus + 300 FS
BalasHapusKing of Casino is a reputable online casino, offering a good selection of slots and table games. They do 제왕카지노 도메인 not have an age limit and cannot withdraw money